Selasa, 17 Maret 2015

Program Aksara sebagai Menu Pendidikan Keaksaraan

               Seperti apa yang telah digembar-gemborkan saat ini mengenai pendidikan kewirausahaan, isu utama dalam pembangunan nasional tampaknya terletak pada pengembangan kewirausahaan sebagai peningkatan pembangunan ekonomi. Wacana tersebut menjadi pertimbangan dalam menapaki konsep peningkatan pengembangan pendidikan di negeri ini. Indonesia mulai menyadari akan pentingnya kewirausahaan diterapkan diberbagai aspek dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Rintisan ini menjadi amanat yang perlu diemban oleh para praktisi pendidikan luar sekolah di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional. Sejak tahun 2008 Indonesia telah bergabung dengan program LIFE (Literacy Initiative for Empowerment) yang digulirkan oleh UNESCO bagi sembilan Negara penyandang buta aksara terbesar termasuk di dalamnya Indonesia. Sejalan dengan program LIFE, dibangunlah dalam kerangka kerja AKRAB (Aksara agar Berdaya) pada tahun 2009 sebagai upaya penuntasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup yang diharapkan nantinya dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di negeri ini. Tidak hanya sekedar memberikan jala ataupun perahu bagi para nelayan, namun hal yang lebih penting bagi mereka adalah pemberian fasilitas seperti TPI (Tempat Pelelangan Ikan) atau target market hasil penangkapan ikan itu sendiri mau dijual kemana. 
              Hal seperti inilah yang musti diperhatikan dalam pengelolaan pengembangan pendidikan terutama bagi pendidikan keaksaraan. Karena masyarakat tidak hanya butuh dapat membaca saja, pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka yang lebih perlu diperhatikan. Fokus pendidikan keaksaraan ke depan tidak hanya keaksaraan dasar, tetapi memberdayakan secara ekonomi, sosial, dan budaya serta diharapkan pendidikan keaksaraan dapat bermakna bagi masyarakat dan mampu menjawab tantangan saat ini. Begitulah yang disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad saat memberikan keterangan pers terkait peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-45 2010 di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta. Yang rencananya peringatan HAI akan dilaksanakan pada 10 Oktober 2010 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tema dari peringatan itu sendiri adalah “Aksara Membangun Keadaban dan Karakter Bangsa”. Pendidikan keaksaraan dimungkinkan tidak sebatas penerapan Budaya Literasi (BUDAL), dengan pendidikan kewirausahaan menjadi unsur utama bagi pemenuhan akan outcome dari pendidikan keaksaraan itu tadi. Bukan berarti pendidikan kewirausahaan terlepas dari keberaksaraan, namun keduanya saling bersinergi. Sehingga muatan yang ada pada segi kewirausahaan dimasukkan dalam pendidikan keaksaraan, dengan begitulah Program Aksara Kewirausahaan akan dapat tercapai. 
            Program pendidikan keaksaraan ini nantinya diintegrasikan dengan program kecakapan hidup, disamping keaksaraan dasar. Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Ella Yulaelawati juga menyampaikan adanya Program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Program keaksaraan diintegrasikan dengan pemberdayaan melalui seni budaya lokal dan cerita rakyat. Selain itu, pemberdayaan dilakukan dengan memperluas akses Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dengan pempublikasian koran desa, semacam jurnalisme desa yang dilatih untuk membuat korannya sendiri. Kata merdeka dari buta aksara akan lebih bermakna dengan konsep kewirausahaan dengan berbagai bentuk keterampilan yang diintegrasikan. Tidak hanya keterampilan semata, tetapi dibelajarkan dengan diberi modal dasar dan modalnya dari bantuan itu. Dan perlu diketahui, sebagaimana visi dari Ditjen PNFI adalah terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat dan yang salah satu misinya yaitu program pendidikan keaksaraan bermutu yang mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan pada semua tingkatan (dasar, fungsional, dan lanjutan) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil, dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk dan ikut serta dalam mendukung perbaikan peningkatan IPM. 
              Demi tercapainya Program Rintisan Aksara Kewirausahaan ini, Kemdiknas telah menunjuk 100 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk melaksanakan program keaksaraan melalui kewirausahaan atau lebih simpel lagi dengan sebutan Aksara Kewirausahaan. Bantuan program rintisan ini sebanyak Rp 70 juta per lembaga. Nantinya bantuan ini memang selayaknya dikelola dan dipergunakan dengan sebaik dan sebenar-benarnya sesuai kebutuhan program yang diselenggarakan bagi masyarakat sesuai dengan target sasaran. By Muarif Untuk imadiklus.com Hasil Analisis: Berdasarkan isi dari artikel tersebut, maka dapat saya analisis bahwa seperti yang dicanangkan pada saat ini mengenai pendidikan kewirausahaan, yang menjadi isu utama dalam pembangunan nasional terletak pada pengembangan kewirausahaan sebagai peningkatan pembangunan ekonomi. Wacana tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam meningkatkan pengembangan pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu bagi Pendidikan Luar Sekolah dalam kaitannya dengan kewirausahaan bagi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, terutama bagi masyarakat yang buta aksara tidak hanya dibekali oleh life skill, akan tetapi mereka juga dibekali oleh kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan calistung (baca, tulis, dan hitung). 
              Melihat jumlah masyarakat buta aksara yang semakin meningkat di Indonesia dari tahun ke tahun, maka sejak tahun 2008 Indonesia telah bergabung dengan program LIFE (Literacy Initiative for Empowerment) yang digulirkan oleh UNESCO bagi sembilan negara penyandang buta aksara terbesar. Oleh sebab itu, di Indonesia dari tahun 2009 dibentuk sebuah kerangka kerja yang bernama AKRAB (Aksara agar Berdaya) yang bertujuan untuk penuntasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan terintegrasi dengan kecakapan hidup yang diharapkan nantinya dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di negara Indonesia. Hal ini merupakan langkah yang tepat sebagai upaya untuk memajukan pendidikan di Indonesia dalam memberantas buta aksara. Oleh sebab itu program tersebut harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan cara melibatkan seluruh elemen masyarakat maupun pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih bagi penyandang buta aksara agar mereka dapat tertolong dengan adanya program tersebut dan bisa membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya serta kemiskinan dapat dikendalikan dengan baik. 
            Perhatian utama dalam pendidikan keaksaraan ke depan adalah tidak hanya pada pembelajaran keaksaraan dasar, tetapi memberdayakan secara ekonomi, sosial, dan budaya serta diharapkan pendidikan keaksaraan dapat bermakna bagi masyarakat dan mampu menjawab tantangan saat ini. Jadi berdasarkan hal tersebut pada pendidikan keaksaraan yang dilakukan pada saat ini haruslah sejalan dengan pendidikan seumur hidup (long life education) yang lebih menekankan pada pendidikan keaksaraan itu berlaku untuk seumur hidup manusia agar dapat digunakan pengalamannya menjadi bermanfaat untuk seterusnya sampai akhir hayatnya dan pendidikan keaksaraan juga bisa menjadi “pelaku utama” bagi masyarakat yang membutuhkan untuk masa-masa ke depan. Pendidikan kewirausahaan tidak boleh lepas dari pendidikan keaksaraan, karena keduanya saling berhubungan sehungga dapat menciptakan istilah baru yaitu Program Aksara Kewirausahaan. Program pendidikan keaksaraan ini nantinya diintegrasikan dengan program kecakapan hidup, disamping keaksaraan dasar. Dengan adanya program tersebut, maka diharapkan masyarakat disamping mendapatkan ilmu keaksaraan, juga dapat menerapkan ilmu berwirausaha sehingga dapat memberikan peluang lapangan pekerjaan baru bagi mereka yang masih pengangguran. Program ini tentunya harus dijalankan dengan berkesinambungan dan ada tindak lanjutnya agar tidak hanya sekedar sebagai program yang “numpang lewat” saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar